Daerah Aliran Sungai (DAS), Kaitannya Dengan Pola Pembangunan Pemukiman Dan Banjir Sebagai Masalah Berkelanjutan”

|
Daerah Aliran Sungai atau DAS adalah hamparan pada permukaan bumi yang dibatasi oleh punggungan perbukitan atau pegunungan di hulu sungai ke arah lembah di hilir. Oleh karenanya, DAS merupakan satu kesatuan sumberdaya darat tempat manusia beraktivitas untuk mendapatkan manfaat darinya. Agar manfaat DAS dapat diperoleh secara optimal dan berkelanjutan maka pengelolaan DAS harus direncanakan dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. 

DAS mempunyai arti penting terutama dalam hubungan ketergantungan antara hulu dan hilir. Perubahan komponen DAS di daerah hulu akan sangat mempengaruhi komponen DAS pada daerah hilirnya sehingga perencanaan pembangunan daerah hulu menjadi sangat penting dalam manajemen DAS secara keseluruhan.
Banjir merupakan permasalahan yang sudah biasa terjadi di DAS. Banjir terjadi akibat adanya perubahan sistem DAS yang kontinu dimulai dari wilayah upstream (hulu) - downstream (bagian tengah) – middlestream (hilir) yang signifikan. Menurut Sinukaban (2007), sebagai contoh adalah banjir yang biasa terjadi di Jakarta adalah karena penggunaan lahan di kawasan DAS Ciliwung tidak sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi tanah. Akibatnya, sebagian besar air hujan tidak terserap tanah, tetapi mengalir di permukaan tanah, lalu langsung masuk ke sungai. Sehingga banjir merupakan fenomena yang harus ditangani secara menyeluruh dalam suatu DAS. 

Pada kenyataannya, pola tata ruang pada banyak DAS di berbagai wilayah Indonesia, termasuk juga di Kalimantan Selatan (DAS Barito) memang masih mengalami banyak masalah. Peningkatan alih fungsi lahan menjadi daerah pemukiman semakin meningkat sementara luas kawasan hutan sebagai penyangga DAS semakin terdegradasi dari tahun ke tahun sehingga terjadi konversi lahan yang semakin tinggi. Berdasarkan data terakhir, luas daerah permukiman sub-DAS secara rata-rata semakin meningkat dari tahun 1981 sebesar 5 % dan terakhir tahun 2001 sebesar 27 %.

Salah satu DAS yang berada di Kalimantan Selatan yaitu DAS Barito. Namun, kondisi daerah aliran sungai (DAS) Barito makin kritis, akibat pembalakan hutan dan konversi penutupan lahan yang dulunya hutan menjadi permukiman dan pertambangan. Kondisi ini menyebabkan 13 titik di Kalsel berpotensi banjir. Terlebih saat curah hujan tinggi seperti sekarang ini. 13 titik tersebut adalah Tabukan (Batola), Amuntai Selatan, Babibrik dan Sungai Pandan (HSU), hampir seluruh wilayah HSS, Kabupaten Banjar, Kintap, Bati-Bati, Pelaihari (Tala), Satui, Kelumpang dan Batulicin (Tanbu), Pulau Laut Selatan dan Pulau Laut Utara (Kotabaru). ”Sejumlah daerah tersebut berpotensi banjir. Bencana banjir di sebagian wilayah Kalsel termasuk bencana alam yang hampir pasti terjadi pada setiap datangnya musim penghujan. Bencana banjir ditentukan oleh banyak hal. Pertama, karakteristik DAS dari aspek biogeofisikal yang mampu memberikan ciri khas tipologi DAS tertentu. Kedua, aspek meteorologis-klimatologis, terutama karakteristik curah hujan yang mampu membentuk badai atau hujan maksimum. Ketiga, aspek sosial ekonomi masyarakat, terutama karakteristik budaya yang mampu memicu terjadinya kerusakan lahan DAS, sehingga wilayah DAS tersebut tidak mampu lagi berfungsi sebagai penampung, penyimpan, dan penyalur air hujan yang baik. 

Aktivitas di daerah hulu, sering dituding sebagai penyebab utama terjadinya banjir di daerah bawahnya. Seperti pada DAS Barito, daerah hulunya telah terjadi konversi penutup lahan yang cukup signifikan dari hutan ke tambang. Sehingga air hujan yang jatuh tidak akan ditangkap dan diresapkan secara perlahan ke dalam tanah, lalu ditampung oleh akar. Tapi air langsung menjadi limpasan karena tanah tambang biasanya dikupas hingga ke batuan induknya Limpasan ini kemudian masuk ke alur sungai. Karena cukup banyak maka tidak tertampung dan sebagian meluap, sehingga mengakibatkan banjir di beberapa daerah seperti Kabupaten Tabalong, Balangan bahkan hingga Hulu Sungai Utara.

Sedangkan potensi banjir di wilayah Kabupaten Banjar akibat hujan terus menerus dalam jangka waktu yang lama, sehingga Waduk Riam Kanan akan semakin penuh. Guna menghindari jebolnya waduk yang cukup dimakan usia tersebut, dibukalah pintu-pintu air sehingga daerah bawahnya seperti Kabupaten Banjar. Akibatnya, Kecamatan Karang Intan dan Martapura akan tergenang, karena badan sungai tidak mampu menampung air tersebut.

Sedangkan di Tanah Bumbu dan Tanah Laut, banjir berpotensi akibat adanya arus pasang air laut, sehingga air sungai dari hulu tidak akan lancar atau terhambat di muara sungai. Kondisi ini merupakan salah satu penyebab bencana banjir di dearah ini.
Di HSU dan HSS, ancaman banjir disebabkan Sungai Negara yang merupakan salah satu anak Sungai Barito telah mengalami pendangkalan yang cukup signifikan, sehingga kurang mampu lagi menampung air dari daerah hulu. Hal ini menyebabkan HSU dan sekitarnya akan tergenang bila sungai ini meluap. Tapi sungai ini juga yang menjadi sarana bagi masyarakat disana untuk melakukan berbagai kegiatan

0 comments:

Post a Comment